Future

Future

Minggu, 27 November 2011

KEMACETAN IBUKOTA # 2 (the trilogy)




KEMACETAN IBUKOTA JAKARTA
DAN SOLUSI DARI SEORANG WARGA

CHAPTER 2

            Pada chapter 1 yang lalu, saya menjabarkan bagaimana kemacetan Jakarta bermula dan semakin menggila. Dengan berbagai faktor penyebab yang telah diuraikan, rasanya belum lengkap jika tidak disertai solusi pemecahannya. Namun solusi yang saya berikan tentunya solusi seorang rakyat kecil yang berlatar belakang rendah dan tidak se-hedonis para pejabat pemerintah.

            Solusi yang saya berikan tentunya dapat menimbulkan pro-kontra bagi yang sudi membacanya. Tetapi sebagai warga negara yang hidup di zaman kemerdekaan berserikat dan berkumpul dalam mengeluarkan pikiran dan pendapat, saya ingin Jakarta kembali seperti dahulu kala dengan ketenangan dan keasrian tanpa hingar-bingar kemacetan. Solusi ini sekaligus menjawab 6 (enam) faktor penyebab yang sebelumnya sudah saya uraikan, sebagai berikut:

1.            Faktor penyebab : Terbatasnya ruas jalan.

Solusi     :  pada jala-jalan protokol atau jalan besar yang memang sudah padat sebaiknya jangan dibebankan dengan pembangunan flyover atau underpass, justru pada jalan-jalan pendukung yang seharusnya dibuat underpass atau flyover, seperti jalan yang terlalu banyak traffic light, jalan yang bersinggungan dengan perlintasan kereta api, dan jalan yang bersebelahan dengan pasar tumpah, sebagai contoh sebaiknya pemerintah membangun flyover kebayoran lama sampai dengan ciledug, atau flyover dari permata hijau/simprug sampai dengan perempatan pondok indah, dibandingkan membangun flyover blok m-antasari atau karet-kampung melayu yang justru membuat situasi semakin tidak karuan dengan pengerjaan yang terkesan lambat;

2.            Faktor penyebab : menurunnya kualitas jalan.

Solusi     :    belajarlah untuk tidak korupsi terkait pengerjaan fasilitas umum, terutama bagi para kontraktor atau pejabat pemenang tender pengerjaan jalan, karena pada masa lalu dengan belum berkembangnya kasus korpusi, kualitas jalan yang ada di Jakarta bisa diacungi jempol dari pada kawasan sekitarnya (Tangerang, Bekasi, Serpong, dan Depok) namun kondisi sekarang terasa miris, jika Jakarta masih berkutat dengan jalan berlubang dan jalan yang tergenang banjir, maka kawasan Tangerang dan Serpong termasuk Bintaro, kini semakin baik dengan fasilitas akses jalan yang lancar dan jauh dari ancaman banjir atau berlubang;



3.            Faktor penyebab : volume produksi dan pemakaian kendaraan.

Solusi     :   untuk solusi yang satu ini, dibutuhkan kesadaran dan perasaan senasib sebagai sesama warga Jakarta, tanpa merasa hak asasinya terampas atau berkurang, yaitu membatasi pemilikan kendaraan pribadi pada setiap rumah, jika masing-masing rumah hanya memiliki 2 (dua) kendaraan bermotor roda empat, setidaknya pada pagi hari kemacetan yang disebabkan bersamaannya waktu berangkat kerja bisa dihindari, demikian pula pada jam pulang kantor, tetapi solusi ini apakah akan sepaham dengan kaum hedonis di negeri ini?

4.            Faktor penyebab : konsentrasi tujuan berkendara yang tidak merata.

Solusi     :    tujuan berkendara di Jakarta terkait urusan pekerjaan ataupun berlibur, terkonsentrasi hanya pada kawasan tertentu. Sebaiknya perlu adanya pemerataan pembangunan kawasan perkantoran atau membangun akses satu pintu misalnya, kawasan Sudirman yang terbentang dari menara Panin Bank sampai dengan stasiun Dukuh Atas, akan lebih baik jika areal perkantoran dibuat dengan sistem cluster dan akses keluar masuk melalui satu atau dua pintu sehingga kemacetan tidak terkumpul di beberapa titik, tetapi hanya pada satu titik.

5.            Faktor penyebab : kesadaran dan ketertiban pengendara, serta peran Polantas.

Solusi     :   untuk solusi yang satu ini, mungkin agak terasa berat untuk dilaksanakan karena tergantung pada nurani dan kemauan dari pengguna kendaraan pribadi baik mobil ataupun motor, untuk tertib tanpa menyerobot atau berkendara di jalur yang benar, selain itu peran Polantas dalam mengatasi kemacetan lalu lintas perlu diperhatikan, terkadang disaat situasi sudah stagnan dan tidak bergerak, tidak ada Polantas yang nampak mengatur lalu lintas tetapi yang ada malah mencari-cari kesalahan pengendara guna keuntungan pribadi.

6.            Faktor penyebab : program pemerintah yang kurang efektif.

Solusi     : peran pemerintah dalam mengatasi kemacetan Jakarta, sebaiknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan sosial aktivitas masyarakat, misalnya pengerjaan perbaikan jalan yang dikonsentrasikan di malam hari, pengkajian kembali operasional busway karena saya menilai jalur busway yang paling sukes adalah koridor 1 yang notabene tidak banyak persimpangan traffic light. Kalaupun pemerintah ingin solusi yang efektif, saya menyarankan untuk perluasan trayek kereta rel listrik (KRL) yang akan saya jelaskan pada tulisan saya berikutnya…

***** To Be Continue… *****

Selasa, 15 November 2011

Compiere - Studi Kasus (Praktikum Kelas Gabungan)








Penjelasan Singkat:

v    Pabrik Sepatu PT. ABC memproduksi sepatu berbahan kain dan kulit dengan segmen konsumen pelajar dan pekerja;

v    Bagian hulu dari SCM PT. ABC meliputi para pemasok bahan baku utama pembuatan sepatu, yaitu kain, busa, benang, lem, karet, dan kulit dengan sistem pengiriman ke gudang penyimpanan bahan baku terlebih dahulu guna menjaga kualitas dan keamanan, sekaligus mengontrol arus masuk dan keluar bahan baku sebelum diproses;

v    Setelah disimpan dalam gudang penyimpanan, masing-masing bahan baku siap dikirim ke pabrik pembuatan sepatu untuk diproses dengan sebelumnya dilakukan uji mutu bahan, uji ketahanan, dan pola desain, agar sepatu yang dihasilkan dapat memenuhi standar kenyamanan dan sesuai dengan segmen pasar yang sedang trend di masyarakat;

v    Setelah selesai dari proses pembuatan, sepatu yang sudah jadi dan siap pakai, dikirim ke pabrik pengemasan dan pengepakan untuk dimasukkan      ke dalam kotak/kardus dan disusun diklasifikasikan sesuai warna, ukuran, dan jenis guna memudahkan pendistribusian ke gudang dan distributor;

v    Sepatu yang sudah dikemasn dan disimpan di gudang dan distributor, siap dijual dan ditawarkan ke penjual sesuai pemesanan ke penjual besar (retailer), penjual menengah (toko-toko sepatu), dan pengecer, untuk kemudian dipasarkan kepada masyarakat selaku konsumen yang menjadi hilir dari supply chain management pada pabrik sepatu PT. ABC.

Senin, 14 November 2011

KEMACETAN IBUKOTA # 1 (the trilogy)




KEMACETAN IBUKOTA JAKARTA
DARI SUDUT PANDANG SEORANG WARGA

CHAPTER 1

            Kemacetan….adalah hal yang sekarang menjadi pemandangan umum bagi penduduk Ibukota DKI Jakarta, yang hampir terjadi setiap saat..setiap minggu..pada jam-jam berangkat atau pulang sekolah/kantor, atau pada jam-jam penduduk menikmati liburan.

            Terbatasnya jumlah ruas jalan di ibukota, berbanding terbalik dengan jumlah kendaraan yang berlalu-lalang dan dimiliki oleh penduduk Jakarta. Beberapa pejabat pemerintah c.q Pemda DKI dan instansi-instansi terkait termasuk Gubernur DKI Jakarta telah mengupayakan berbagai solusi pemecahan kemacetan yang semakin parah dan semakin membuat penduduk Jakarta mengalami stress pada jam-jam tertentu.

            Sebagai warga Ibukota yang telah bermukim selama 28 tahun, saya mengambil kesimpulan tentang apa yang sebenarnya terjadi mengenai kemacetan di Ibukota Jakarta, sebagai berikut:

v    Faktor Penyebab:

            Kemacetan yang semakin parah, tidak terjadi begitu saja dan sudah pasti ada penyebabnya, karena sebelum memasuki tahun 2000, lalu lintas    di Ibukota tidaklah semacet sekarang. Perubahan drastis kemacetan yang terjadi saat ini antara lain disebabkan faktor sebagai berikut:

1.            Terbatasnya ruas jalan.

Jumlah jalan yang ada di Ibukota sudah mencapai batasan yang direncanakan karena disesuaikan dengan jumlah lahan terbuka yang ada, sehingga jumlah ruas jalan terutama jalan protokol, jalan besar, jalan utama, dan jalan-jalan yang bisa dilalui kendaraan dan berada pada posisi strategis menjadi tidak bisa dikembangkan lagi, kalaupun dimodifikasi hanya berupa pembangunan underpass atau flyover yang disusun bertumpuk dengan jalan yang sudah ada, namun hal tersebut justru menimbulkan kemacetan baru pada saat pembangunannya;

Akibatnya kendaraan semakin terfokus dan terkonsentrasi pada ruas-ruas jalan tersebut terutama pada jam-jam berangkat atau pulang kantor/sekolah, selain itu kurangnya informasi ruas jalan alternatif mengakibatkan kemacetan bertumpuk pada jalan-jalan tertentu sepeti jalan Jenderal Sudirman, Jenderal Gatot Subroto, H.R. Rasuna Said, Pasar Minggu, Lenteng Agung, Kalimalang, Mayjen S. Parman, Daan Mogot, dan Jalan Ciledug Raya;


2.            Menurunnya kualitas jalan.

Selain jumlah ruas jalan yang sedikit, kualitas jalan yang dibangun       di Ibukota pada akhir-akhir ini semakin kurang baik. Ada beberapa jalan yang baru diperbaiki, namun 6 (enam) bulan ke depan sudah mulai tergerus atau mulai berlubang. Padahal sebelum tahun 2000 jalan di daerah Tanjung Priok misalnya, jarang sekali mengalami kendala sekalipun dilewati kendaraan dengan ukuran dan beban yang melampaui ketentuan;

Mungkin hal tersebut diakibatkan perencaan spesifikasi jalan yang kurang tepat dan kurang diteliti sebelumnya, selain itu sudah bukan rahasia umum, jika proyek pembangunan jalan sarat dengan praktek korupsi terutama mengenai kualitas barang yang diadakan, sebagai contoh : aspal yang seharusnya kualitas A dengan harga Rp. 250.000 per satuannya, namun karena pejabat pelaksananya bermental korupsi sehingg aspal yang disediakan berkualitas C dengan harga Rp. 100.000, yang mempengaruhi kualitas dan ketahanan aspal tersebut;

3.            Volume Produksi dan Pemakaian Kendaraan.

Nah, untuk yang satu ini bisa dibilang sumber kedua penyumbang kemacetan di Ibukota. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa pemilikan terhadap suatu barang dengan cara legal adalah Hak Asasi Manusia, apalagi gaya hidup di Jakarta yang sarat dengan borjuis mengakibatkan kebutuhan akan mobil atau motor menjadi tidak terkontrol, bahkan satu keluarga elit di Jakarta rata-rata mempunyai mobil di atas 3 (tiga) buah.

Bisa dibayangkan apabila di satu komplek perumahan Pondok Indah atau Bintaro, terdapat + 100 kepala keluarga yang kesemuanya penuh dengan aktivitas dengan jumlah mobil 4 (empat) buah, keluar atau pulang bersamaan pada jam 06.00 atau 17.00 WIB, sudah pasti akan menimbulkan kemacetan yang luar biasa. Yang satu akan berangkat kerja, yang satu diantar pembantu ke sekolah, yang satu mengantar nyonya ke pasar modern, dan yang satu untuk kuliah.

4.            Konsentrasi Tujuan Berkendara yang tidak merata.

Rata-rata kemacetan yang terjadi di Ibukota karena alasan berangkat ke kantor atau berwisata, sedangkan kedua adalah ke sekolah. Terkait masalah pekerjaan kantor atau wisata, lokasi perkantoran yang ada    di Jakarta terpusat pada daerah tertentu dan tidak merata, sehingga kemacetan di daerah tersebut sudah pasti akan terkumpul dan terkonsentrasi untuk jangka waktu yang cukup lama, misalnya situasi sore hari pada jam pulang kerja di daerah Thamrin dengan di daerah Kembangan Jakarta Barat, berbeda 180 derajat karena pusat perkantoran banyak dibangun di daerah tersebut.

Selain itu pembangunan pusat wisata terutama wisata belanja dan kuliner juga ikut menimbulkan kemacetan baru, misalnya kawasan elit kemang atau pejaten sebagai pusat nongkrong anak muda katanya, akan menimbulkan kemacetan pada hari-hari weekend.

5.            Kesadaran dan Ketertiban Pengendara, serta peran Polantas.

Inilah yang menjadi penyebab utama kemacetan yang terjadi di Jakarta pada akhir-akhir ini. Kesadaran dan ketertiban dalam berkendara semakin menurun, masing-masing pengendara ingin cepat sampai dan mengabaikan kedisplinan terutama dalam antrian, akibatnya pada titik tertentu di perempatan atau pertigaan, terjadilah simpul kemacetan dengan kendaraan yang saling berdesakan dan tidak ada yang mengalah serta mengabaikan aturan atau pengatur lalu lintas.

Namun simpul kemacetan tersebut sebenarnya bisa diminimalisir apabila petugas dalam hal ini Polantas sigap dalam mengantisipasi. Percuma mereka mempunyai Traffic Management Center (TMC) yang hanya bisa mengabarkan informasi lalu lintas tanpa didukung kehadiran langsung dari Polantas di titik kemacetan tersebut. Sering pada saat tertentu kehadiran Polantas tidak ditemui pada jam-jam sibuk, kalaupun ada banyak oknum Polantas yang bahkan memanfaatkan situasi tersebut untuk menilang tanpa sebab yang jelas.

6.            Program Pemerintah yang kurang efektif.

Peran pemerintah c.q Pemda DKI dalam mengatasi kemacetan, sebenarnya sudah cukup banyak, namun sayang karena kurangnya pengkajian yang mendalam mengenai AMDAL dan lain-lain, solusi yang dibuat pemerintah melalui program-program kurang berhasil bahkan bisa dikatakan gagal.

Contoh :
v    Monorel, yang dikarenakan alasan klasik (baca : DANA) program tersebut terhenti dan kini tiang-tiangnya lebih cocok sebagai museum yang menceritakan sejarah gagalnya pemerintah dalam mengatasi kemacetan.
v    Busway, program yang digadang-gadang bakal sukses di masyarakat, namun kenyataannya malah membuat kemacetan, kecelakaan, dan kebakaran bagi bus itu sendiri, yang mungkin disebabkan tender yang tidak sesuai spesifikasi bus yang seperti ada di Kolombia (negara studi banding DPR-RI soal transportasi).
v    Pembangunan flyover atau underpass yang kurang dikaji dan ditelaah efek, manfaat, dan waktu penyelesaian, seperti pembangunan flyover kuningan-kampung melayu yang pengerjaannya terkesan molor dan menunggu anggaran, sehingga lambat dan kotor dalam pengerjaannya dan malah semakin menimbulkan kemacetan parah.

***** To Be Continue… *****

Sabtu, 12 November 2011

TUGAS KE-2 PENGANTAR TELEMATIKA #

Nama : Uray Mohammad Fachriansyah

NPM : 17110036

Mata Kuliah : Pengantar Telematika #

Tanggal : 12 November 2011


1. Apa yang dimaksud dengan kode 2 dimensi (QR Code) ?

Jawab:

Adalah suatu jenis kode matriks atau kode batang dua dimensi yang dikembangkan oleh Denso Wave, sebuah divisi Denso Corporation yang merupakan sebuah perusahaan Jepang dan dipublikasikan pada tahun 1994 dengan fungsionalitas utama yaitu dapat dengan mudah dibaca oleh pemindai QR merupakan singkatan dari quick response atau respons cepat, yang sesuai dengan tujuannya adalah untuk menyampaikan informasi dengan cepat dan mendapatkan respons yang cepat pula.

Berbeda dengan kode batang, yang hanya menyimpan informasi secara horizontal, kode QR mampu menyimpan informasi secara horizontal dan vertikal, oleh karena itu secara otomatis Kode QR dapat menampung informasi yang lebih banyak daripada kode batang.

2. Bagaimana cara kerja sari kode 2 dimensi tersebut ?

Jawab:

Kode QR dapat digunakan pada ponsel yang memiliki aplikasi pembaca kode QR dan memiliki akses internet GPRS atau Wi-Fi atau 3G untuk menghubungkan ponsel dengan situs yang dituju via kode QR tersebut.

Cara kerjanya:

v Pengguna ponsel mengaktifkan program pembaca kode QR, mengarahkan kamera ke kode QR, selanjutnya program pembaca kode QR akan secara otomatis memindai data yang telah tertanam pada kode QR.

v Jika kode QR berisikan alamat suatu situs, maka pelanggan dapat langsung mengakses situs tersebut tanpa harus lebih dulu mengetikkan alamat dari situs yang dituju.

Untuk mengakses kode QR dengan ponsel tanpa kamera:

v Pengguna menjalankan terlebih dahulu aplikasi internet yang ada pada ponsel.

v Memasukkan URL halaman yang bersangkutan, selanjutnya masukkan ID atau 7 digit nomor yang tertera di bawah kode dan klik tombol Go. Maka pengguna akan memperoleh konten digital yang diinginkan.

3. Apa fungsi serta keuntungan dan kerugian dari kode dua dimensi ?

Jawab:

v Kode QR berfungsi bagaikan hipertaut fisik yang dapat menyimpan alamat dan URL, nomer telepon, teks dan sms yang dapat digunakan pada majalah, surat harian, iklan, pada tanda-tanda bus, kartu nama ataupun media lainnya. Atau dengan kata lain sebagai penghubung secara cepat konten daring dan konten luring.

Kehadiran kode ini memungkinkan audiens berinteraksi dengan media yang ditempelinya melalui ponsel secara efektif dan efisien. Pengguna juga dapat menghasilkan dan mencetak sendiri kode QR untuk orang lain dengan mengunjungi salah satu dari beberapa ensiklopedia kode QR .

v Kelebihan kode WR adalah QR Code mampu menyimpan semua jenis data, seperti data numerik, data alphabetis, kanji, kana,hiragana, simbol, dan kode biner. Secara spesifik, kode QR mampu menyimpan data jenis numerik sampai dengan 7.089 karakter, data alphanumerik sampai dengan 4.296 karakter, kode binari sampai dengan 2.844 byte, dan huruf kanji sampai dengan 1.817 karakter. Selain itu kode QR memiliki tampilan yang lebih kecil daripada kode batang.

v Kerugiannya adalah jika semakin besar file yang dijadikan QR code maka semakin tinggi juga resolusi yang dibutuhkan untuk menampung code QR di dalam gambar yang artinya harus dipindai dengan menggunakan kamera yang memiliki resolusi tinggi.

4. Perangkat/software apa saja yang dapat digunakan untuk membaca kode 2 dimensi tersebut ?

Jawab:

v QR Code adalah sebuah barcode matrix khusus yang bisa dibaca melalui scan dari perangkat khusus seperti QR readers, atau ponsel pintar, webcam, dan lain-lain.

v Beberapa perangkat yang dapat membaca kode 2 dimensi tersebut adalah KAYWA Reader; Nokia Reader; lynkee reader; UpCode Reader; QuickMark reader; SnapMaze reader; BeeTagg reader ; NeoReader; ScanLife reader ; MobileTag reader; percentmobile.

5. Apa kelebihan kode 2 dimensi dibanding dengan metode pengamanan yang lain ?

Jawab:

v Kapasitas data yang lebih banyak dimana pada Barcode hanya bisa menyimpan maksimum 20 digit data sedangkan pada QR Code bisa menyimpan sampai ratusan data.

v Tipe Data yang disimpan oleh QR Code juga beragam mulai dari angka, huruf bahkan sampai huruf Jepang seperti Kanji, Hiragana dan Katakana.

v Ukuran cetak untuk QR Code jauh lebih kecil karena QR Code dapat menyimpan data baik secara horisontal maupun vertikal.

v Hasil cetakan di QR Code lebih tahan terhadap kerusakan seperti debu sampai robek bahkan data di QR Code masih bisa dibaca walaupun sebagian kode sudah rusak atau robek -maksimum tingkat kerusakan 30%-.

v QR Code dapat dibaca dari segala arah atau sudut (360 derajat) sehingga kemungkinan gagal dalam membaca QR Code sangat kecil

**********