Future

Future

Selasa, 31 Januari 2012

Laporan Penelitian - Tugas Bahasa Indonesia 2#

LAPORAN PENELITIAN

Senin, 30 Januari 2012

Kegiatan dan Sertifikat (Juli-Desember 2011)


KEGIATAN DAN SERTIFIKAT
JILID II (JULI-DESEMBER 2011)

Uray Mohammad Fachriansyah

17110036 – 5 KA 20 Universitas Gunadarma
Selaku Staf Divisi Hukum Mabes Polri


            Setelah mendapatkan berbagai sertifikat pada Januari-Juni 2011, saya kembali mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi saya Divisi Hukum Polri, terutama yang terkait dengan peraturan perundang-undangan. Kegiatan yang diikuti yaitu seminar atau Focus Group Discussion (FGD) terhadap Rancangan Undang-Undang yang masuk dalam Program Legislasi Nasional Kementerian Hukum dan HAM.

            FGD dimaksudkan untuk mengumpulkan berbagai saran masukan Polri terhadap materi/substansi RUU tersebut, dengan mengundang perwakilan Polda-Polda dan narasumber yang terkait dengan materi, agar nantinya tidak saling tumpang tindih kewenangan pada saat diimplementasikan.


I.             RUU tentang Senjata Api dan Bahan Peledak

Pelaksanaan     : Selasa, 9 Agustus 2011

Tempat               : Park Hotel -  Cawang

Peserta               : perwakilan Dirintelkam dan Kabidkum Polda, Kemenkum dan HAM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Badan Intelijen Negara, Komnas HAM, PINDAD, PB. Perbakin

Tema                  : KONSEPSI RUU SENJATA API DAN BAHAN PELEDAK YANG IDEAL DALAM UPAYA MENATA PEREDARAN, PENGGUNAAN, PENYALAHGUNAAN SENJATA API DAN BAHAN PELEDAK GUNA MEWUJUDKAN KEAMANAN DALAM NEGERI

Narasumber      : Prof. Dr. Gayus Lumbuun, S.H., M.H. (Anggota Komisi III DPR-RI), dengan topik bahasan ”Pembangunan Politik Hukum Dalam Rangka Menanggulangi Peredaran Senjata Api dan Bahan Peledak Ilegal”

                               Bambang Jaka Setiawan (Kasubdit Barang Kimia, Tambang, dan Limbah) yang mewakili Direktur Impor Kementerian Perdagangan, dengan topik bahasan ”Peningkatan Kerja Sama Stakeholder Dalam Rangka Pengawasan, Pemasukan, Peredaran Bahan Peledak”

                               Komjen Pol Drs. Pratiknyo (Kabaintelkam Polri) yang diwakilkan oleh Kombes Pol Kustoni Sumardi, S.IP (Kabidyanmas Baintelkam Polri), dengan topik bahasan ”Peran Pemerintah Dalam Menata Peredaran dan Penggunaan Senjata Api dan Bahan Peledak Guna Mewujudkan Keamanan Dalam Negeri”

Kesimpulan       : dilatarbelakangi oleh kurang memadai dan ketertinggalan instrumen hukum pengaturan senjata api dan bahan peledak yang ada saat ini, Polri selaku garda terdepan dalam menjaga dan memelihara keamanan dalam negeri, perlu mengambil insiatif dan langkah konstruktif melalui penyusunan Rancangan Undang-Undang Senjata Api dan Bahan Peledak yang komprehensif dan bersifat penyempurnaan materi muatan yang sudah tidak relevan serta memuat materi baru yang saat ini belum ada dan belum terjangkau oleh perundang-undangan sebelumnya, misalnya pengaturan perkembangan teknologi persenjataapian, senjata tajam, bahan baku yang bukan peledak namun apabila dicampur bisa menjadi bahan peledak, airsoft gun, dan benda lain yang menyerupai senjata api.

                               mengingat Rancangan Undang-Undang Senjata Api dan Bahan Peledak termasuk Prolegnas Prioritas Tahun 2012, Polri perlu melakukan penggalangan dukungan baik dari internal Polri maupun dengan stakeholder lain di pemerintahan atau swasta yang selama ini memiliki kewenangan dan kepentingan terhadap senjata api dan bahan peledak, agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dan perizinan serta meningkatkan pengawasan bersama di berbagai sektor yang rawan penyalahgunaan dan penyimpangan



 
II.            RUU tentang Penanganan Konflik Sosial

Pelaksanaan     : Rabu, 12 Oktober 2011

Tempat               : Hotel Mahardja – Tendean

Peserta               : perwakilan Kabidkum Polda, Dirbinmas Polda, Kasatreskrim Polres, Kasubbagkum Polres, dan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Badan Intelijen Negara, Dinas Sosial Pemda DKI Jakarta, Satpol PP DKI Jakarta, KOMNASHAM, KONTRAS, dan Asean Foundation

Tema                  : PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DALAM MENUNJANG STABILITAS KEAMANAN DALAM NEGERI

Narasumber      : Kabaharkam Polri, Komisaris Jenderal Polisi Drs. Imam Sudjarwo, M.Si., dengan pokok bahasan “Peran Polri Dalam Penanganan Konflik Sosial di Indonesia”

                               Prof. Dr. Tamrin Amal Tomagola, dengan pokok bahasan “Konflik Sosial Ditinjau Dari Sosiologi dan Perspektif Budaya Indonesia dan Solusi Pencegahannya”

                               Dr. Ihsan Ali Fauzi, M.A., dengan pokok bahasan “RUU Penanganan Konflik Sosial Dihadapkan Dengan Potensi Konflik Antar Masyarakat, Suku, Etnis, Agama, dan Permasalahan Sosial Lainnya”

Kesimpulan       : RUU tentang Penanganan Konflik Sosial apabila akan diteruskan pembahasannnya, diperlukan penyusunan materi muatan yang lebih responsif dan implementatif, tinjauan aspek akademis mengenai pengelolaan konflik yang solutif, dan sinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan lain agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan, serta perlu dikaji aspek urgenitas dan kontinuitas RUU tersebut agar bisa diimplementasikan untuk jangka panjang.

                               penyelesaian konflik sosial melalui pembentukan aturan hukum dan lembaga baru bukanlah solusi yang paling utama, tetapi perlu mengoptimalkan potensi yang ada melalui manajemen penanganan konflik dan membuat pemetaan peraturan perundang-undangan yang terkait penanganan konflik serta pemetaan wilayah rawan konflik, sehingga kedepannya pemerintah dapat mengantisipasi dan menyiapkan langkah strategis dalam penyelesaian konflik sosial dengan meminimalisir cara-cara kekerasan dan tetap menjunjung HAM.

                               konflik sosial dapat diminimalisir apabila semua komponen atau instansi terkait dapat bekerja sama melalui deteksi dan pencegahan penyebaran bibit pemicu konflik. Polri sifatnya bertanggung jawab di bidang keamanan, sedangkan untuk memberikan penjelasan atau penyelesaian terhadap ketidakpuasan masyarakat yang menjadi pemicu konflik, perlu melibatkan instansi terkait dan pemberdayaan masyarakat secara sinergis sesuai permasalahan yang dihadapi agar konflik sosial tidak meluas, berkepanjangan, dan berulang.


 

III.           RUU tentang Tindak Pidana Teknologi Informasi

Pelaksanaan     : Kamis, 27 Oktober 2011

Tempat               : Hotel Mahardja – Tendean

Peserta               : perwakilan Kabidkum Polda, Dirreskrim Polda, Kasatreskrim Polres, Kasubbagkum Polres, dan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Komunikasi dan Informasi, dan lembaga non pemerintah yang membidangi masalah pemanfaatan teknologi informasi di Indonesia.

Tema                  : KONSEPSI IDEAL RUU TENTANG TINDAK PIDANA TEKNOLOGI INFORMASI DALAM UPAYA MEWUJUDKAN KEAMANAN, KEPASTIAN HUKUM, DAN KETERTIBAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI

Narasumber      : Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal Polisi Drs. Sutarman, dengan pokok bahasan “Strategi dan Kesiapan Penyidik Polri dalam Menghadapi Perkembangan Cyber Crime serta Kerja Sama dengan Penegak Hukum Negara Lain”

                               Edmon Makarim, S.Kom, S.H., LL.M, dengan pokok bahasan “Pembangunan Sistem Hukum Dalam Rangka Menanggulangi Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cyber Crime)”

                               KMRT Roy Suryo (Anggota DPR-RI), dengan pokok bahasan “Pembangunan Politik Hukum Menjadikan RUU Tindak Pidana Teknologi Informasi Menjadi Undang-Undang yang Bersifat Lex Specialist

Kesimpulan       : RUU ini diarahkan menjadi lex specialist sehingga pengaturan materi muatannya harus jelas, bisa menjerat pelaku cybercrime dengan berbagai modus, dan berlaku untuk jangka panjang, agar jangan sampai ketika ada kasus kejahatan baru yang tidak diatur dalam RUU namun menggunakan modus teknologi informasi, pemerintah malah membuat instrumen hukum yang baru yang justru semakin membuat tumpang tindih pengaturan.

                               penyelesaian kasus cybercrime tidak hanya dari instrumen hukum, tetapi dibutuhkan kerja sama para pemangku kepentingan, aparat penegak hukum, dan peran serta masyarakat, contoh kasus pencurian pulsa dibutuhkan keseriusan operator jasa telekomunikasi untuk menjaga kerahasiaan data pelanggan dan mengedepankan pelayanan dengan mengesampingkan profit oriented, pemerintah selaku regulator harus mampu menertibkan registrasi pelanggan dan konsisten dalam menjalankan suatu aturan, pihak kepolisian harus mampu mengembangkan kemampuan personal di bidang teknologi informasi guna membantu tugas penyidikan, dan peran serta masyarakat untuk tertib registrasi dan tidak mudah terpengaruh layanan-layanan yang tidak jelas keabsahan dan legalitasnya


 
IV.          RUU tentang Tindak Pidana Pendanaan Terorisme

Pelaksanaan     : Selasa, 22 November 2011

Tempat               : Hotel Mahardja – Tendean

Peserta               : perwakilan Kabidkum Polda, Dirreskrim Polda, Kasatreskrim Polres, Kasubbagkum Polres, dan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, PPATK, BNPT, dan Program Pasca Sarjana Studi Terorisme dan Keamanan Nasional Universitas Indonesia.

Tema                  : MENJADIKAN RUU TENTANG TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME SEBAGAI ATURAN HUKUM YANG KOMPREHENSIF UNTUK MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA TERORISME DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KEAMANAN DALAM NEGERI

Narasumber      : Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) diwakili oleh Deputi II BNPT Brigjen Pol Drs. M. Tito Karnavian, M.A, dengan pokok bahasan “Strategi dan Kesiapan BNPT Dalam Pemberantasan Terorisme Melalui Pencegahan dan Pemberantasan Pembiayaan Terorisme Dengan Mengejar Sumber Uangnya (Follow the Money)”

                               Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan, (PPATK) Muhammad Yusuf, S.H., M.H., dengan pokok bahasan “Strategi dan Peran PPATK Dalam Melakukan Pencegahan Pendanaan Terorisme, Pengawasan Terhadap Transaksi Keuangan Yang Mencurigakan, dan Kerja Sama Dengan Aparat Penegak Hukum”

                               Direktur Perancangan Ditjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Drs. Zafrullah Salim, M.H., dengan pokok bahasan ”Implementasi International Convention For the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 atau Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme ke Dalam Sistem Peraturan Perundang-undangan di Indonesia”

Kesimpulan       : pengaturan terhadap pendanaan terorisme yang berkaitan dengan sumbangan dari masyarakat perlu dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, karena disatu sisi sumbangan tersebut diduga dimanfaatkan untuk kegiatan terorisme namun disisi lain pemerintah tidak bisa melarang masyarakat untuk memberikan sumbangan yang ada di jalan atau melalui lembaga penyalur dikarenakan sumbangan yang berupa sedekah atau zakat merupakan salah satu kewajiban dalam agama Islam.

                               perlu adanya pengharmonisasian materi dan substansi dalam RUU tentang Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, agar tidak tumpang tindih dengan tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana terorisme, dengan batasan kewenangan yang jelas pada masing-masing instansi yang terlibat dalam penanganan pendanaan (Polri, PPATK, BNPT, penyedia jasa keuangan dan perbankan).

                               pengaturan masalah pemidanaan terhadap individu ataupun korporasi dalam pendanaan terorisme perlu memperhatikan asas praduga tak bersalah dan menjunjung hak asasi manusia, sebagai contoh masyarakat yang menyumbang untuk lembaga pengumpul sumbangan melalui rekening bank dan ternyata sumbangan tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan terorisme tanpa sepengetahuan penyumbang).

                               perlu koordinasi dan kerja sama dari para pihak termasuk instansi/kementerian terkait dalam menanggulangi pendanaan terorisme melalui pengawasan terhadap perorangan, yayasan, atau badan hukum yang mencari dana atau donasi dengan latar belakang alasan keagamaan, sosial, dan pendidikan.








Minggu, 01 Januari 2012

TUGAS KE-3 PENGANTAR TELEMATIKA


Nama                    : Uray Mohammad Fachriansyah
NPM                      : 17110036
Mata Kuliah         : Pengantar Telematika #
Tugas                    : ke-3
Tanggal                : 2 Januari 2012



1.                 Apa yang dimaksud dengan video streaming dan jelaskan cara kerjanya?
Jawab:

Definisi:
Video streaming adalah mengalirkan sebuah data video dari suatu transmitter ke sebuah atau beberapa komputer yang berfungsi sebagai receiver. Jadi receiver menerima video tersebut secara real time dan receiver tidak dapat mengulang stream yang didapatnya. Video streaming biasanya digunakan pada kelas virtual atau konferensi video. Tapi tidak menutup kemungkinan juga video streaming dilakukan untuk mentransmit suatu video clip ataupun film ke client yang menjadi receiver.

Cara kerja:
Pada dasarnya video streaming adalah sebuah teknologi multimedia yang dikembangkan dengan internet untuk perangkat bergerak. Prinsip kerja dari video streaming adalah dari objek yang dishoot oleh sumber media, dalam hal ini berupa kamera kemudian dikompresi menjadi suatu sinyal yang dapat dilewatkan ke jaringan. Setelah data dikompresi, kemudian masuk ke media streaming server yang kemudian diteruskan ke client, dimana pada sisi client, sinyal data dikembalikan ke format awal sebelum ditampilkan pada handset.

Pada awalnya, data dari source (bisa berupa audio maupun video) akan di-capture dan disimpan pada sebuah buffer yang berada pada memori komputer (bukan media penyimpanan seperti harddisk) dan kemudian di-encode sesuai dengan format yang diinginkan. Dalam proses encode ini, user dapat mengkompresi data sehingga ukurannya tidak terlalu besar (bersifat optional). Namun pada aplikasi streaming menggunakan jaringan, biasanya data akan dikompresi terlebih dahulu sebelum dilakukan streaming, karena keterbatasan bandwitdh jaringan. Setelah di-encode, data akan di-stream ke user yang lain. User akan melakukan decode data dan menampilkan hasilnya ke layar user. Waktu yang dibutuhkan agar sebuah data sampai mulai dari pemancar sampai penerima disebut dengan latency.



 
 
2.                 Apa yang dimaksud dengan teleconference dan jelaskan cara kerjanya?
Jawab:

Definisi:
Teleconference adalah penggunaan video/teknologi suara dan komputer yang memungkinkan orang pada lokasi yang berjauhan untuk saling melihat, mendengar, dan berbicara satu sama lain. konferensi video dimana data yang di-transmisikan adalah dalam bentuk video atau audiovisual. Videoconference adalah telekomunikasi dengan menggunakan audio dan video sehingga terjadi pertemuan di tempat yang berbeda-beda. Ini bisa berupa antara dua lokasi yang berbeda(point-to-point) atau mengikutsertakan beberapa lokasi sekalgus di dalam satu ruangan konferensi(multi-point) .

Cara kerja:
Salah satu komponen teleconference adalah VoIP. VoIP (Voice over Internet Protocol) adalah teknologi yang dapat diumpamakan dengan menelpon lewat internet. Hanya dengan berbekal software tertentu, koneksi internet, dan alat-alat seperti headset, kita sudah siap untuk dapat bertelepon ria dengan teman kita nan jauh di sana. Biayanya nggak mahal, kok. Cukup bayar koneksi internet doang, yang tentunya jauh lebih murah dari pada biaya telepon SLJJ yang biasakita gunakan.

Cara kerjanya adalah dengan mengubah suara kita menjadi data, dikompresi (atau ukurannya diperkecil), lalu dikirimkan lewat internet. Bukan hanya satu lawan satu, teleconference atau komunikasi paralel pun bisa dilakukan lewat VoIP. Bandwith yang dibutuhkan juga tidak sebesar telepon manual. Apalagi, aktivitas ini tidak akan menghalangi aktifitas lainnya. Kita masih bisa browsing walau sedang menelpon teman.

Sambungan yang dapat dilakukan oleh VoIP juga banyak pilihannya. Kita bisa berkomunikasi dari PC ke PC, ataupun dari PC ke telepon biasa. Software yang dapat menjalankan VoIP lebih dikenal dengan softphone, misalnya Skype.


3.                  Jelaskan tentang teknologi grafik, animasi, dan video?
Jawab:

Teknologi grafik:
Grafika komputer adalah bagian dari ilmu komputer yang berkaitan dengan pembuatan dan manipulasi gambar (visual) secara digital. Bentuk sederhana dari grafika komputer adalah grafika komputer 2D yang kemudian berkembang menjadi grafika komputer 3D, pemrosesan citra (image processing), dan pengenalan pola (pattern recognition). Grafika komputer sering dikenal juga dengan istilah visualisasi data.
 Bagian dari grafika komputer meliputi:
·                Geometri, mempelajari cara menggambarkan permukaan bidang
·                Animasi, mempelajari cara menggambarkan dan memanipulasi gerakan
·                Rendering, mempelajari algoritma untuk menampilkan efek cahaya
·                Citra (Imaging), mempelajari cara pengambilan dan penyuntingan gambar
 
Teknologi animasi:
Pengertian animasi karakter adalah suatu teknik penggambaran dan pengolahan karakter baik berupa 2 dimensi maupun 3 dimensi sehingga peran/karakter yang dibuat seolah-olah hidup dan bersifat seperti makhluk hidup. Untuk membuat karakter tampak seolah-olah hidup, dibutuhkanlah beberapa animasi yang sesuai dengan sifat dan karakteristik makhluk hidup tersebut.

Animasi mulai dikenal secara luas sejak populernya media televisi yang mampu menyajikan gambar-gambar bergerak hasil rekaman kegiatan dari makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Pada awalnya diciptakan animasi berbasis dua dimensi yakni objek yang dianimasikan mempunyai ukuran panjang (x-axis) dan lebar (y-axis). Realisasi nyata dari perkembangan animasi dua dimensi yang dikenal adalah film kartun di televisi. Pembuatan animasi film kartun pada awalnya dikerjakan dengan membuat sketsa gambar yang digerakan satu per satu. Untuk membuat satu durasi animasi membutuhkan jumlah gambar yang cukup banyak akan tetapi sejak ditemukannya teknik animasi berbantuan komputer, pembuatannya menjadi lebih mudah dilakukan.

Teknologi video:
Format berbahan dasar pita magnetik ini mulai dikenal luas di seluruh dunia pada paruh kedua periode 1970-an, baik untuk keperluan profesional seperti stasiun televisi maupun keperluan pribadi. Pita magnetik yang terdapat dalam kaset video bisa merekam gambar dan suara dengan baik, sementara film hanya dapat merekam gambar. Untuk suara  digunakan medium rekam lain, semisal DAT (digital audio tape). Kelemahan sistem analognya membuat pemakaian video untuk keperluan profesional terhambat.


Seperti juga film, video punya berbagai jenis untuk berbagai keperluan yaitu  Matic, Betacam SP, Digital Betacam, Betamax, VHS, S-VHS, Mini DV, DV, DVCAM, DVCPRO. U Matic merupakan jenis video profesional untuk keperluan televisi sampai era 1980-an. Begitu format Betacam SP yang kualitasnya jauh lebih baik masuk ke Indonesia di kurun waktu 1990-an, U Matic pun ditinggalkan orang. Menjamurnya jenis Betacam SP juga didukung oleh perkembangan alat editing yang memakai teknologi digital.

Didalam komunikasi visual ini yang paling penting dan harus menjadi perhatian adalah video. Mengapa ?
Karena dengan menggunakan komunikasi visual dapat memangkas biaya produktifitas dengan beberapa faktor yang antara lain:
·               Video adalah sebagian dari tatap muka yang bagus dengan tipe pilihan diantara media yang lain untuk strategi, perencanaan, dan diskusi
·               Video memiliki 38 % dalam perhatian peserta dalam pertemuan tersebut
·               Dalam bertatap muka pada pertemuan tersebut memiliki 43% lebih baik dari pada pertemuan melalui telepon
Didalam jaringan aplikasi video saudara harus lebih jeli melihat hal – hal yang menjadi kunci faktor dari keberhasilan jaringan aplikasi video itu sendiri. Faktor – faktornya antara lain:

Codec
Coding/Decoding yang mana merupakan otak dari system. Dan keberhasilan dari komunikasi visual sangatlah tergantung dari perangkat ini.

Bandwidth
Sebuah kapasitas transmisi medium menuju pada transmit info (video, audio & data). Bila digambarkan aliran telpon itu sebagai pipa air, bandwidth adalah ukuran dari pipa itu sendiri sedangkan isi yang mengalir didalamnya adalah informasi. Isinya dalam bentuk Kbps (Kilo bits persecond). Untuk video conference di rekomendasikan 384 Kbps untuk bisa dihasilkan kualitas yang lebih baik. Namun saat ini telah banyak perangkat video conference yang dapat berkomunikasi dengan hanya menghasilkan kurang dari 128 Kbps bahkan sampai pada bandwidth 64 Kbps.

Resolution
Persepsi resolusi dimana hubungan antara resolusi adalah pada ukurannya. Biasanya penggambaran pada penulisannya adalah dot atau pixel. Berikut ini standarisasi resolusi video.
- HD, Sebuah standarisasi yang dimanfaatkan sistem televisi digital.
- XGA, Standarisasi grafik resolusi tinggi yang di perkenalkan oleh IBM.

Framerate
Perkiraan framerate 22 fps pada penglihatan mata manusia sebagai pergerakan gambar yang halus. Ukuran framerate untuk Amerika dan sekitarnya adalah 30 fps dengan bentuk standarisasi video NTSC yang ukuran gambarnya adalah 704 x 480 (pixel x line), sedangkan eropa dan Indonesia adalah 25 fps dengan bentuk standarisasi video PAL yang ukuran gambarnya 704 x 576

**********