KEMACETAN IBUKOTA JAKARTA
DAN SOLUSI DARI SEORANG WARGA
CHAPTER 2
Pada chapter 1 yang lalu, saya
menjabarkan bagaimana kemacetan Jakarta bermula dan semakin menggila. Dengan berbagai
faktor penyebab yang telah diuraikan, rasanya belum lengkap jika tidak disertai
solusi pemecahannya. Namun solusi yang saya berikan tentunya solusi seorang
rakyat kecil yang berlatar belakang rendah dan tidak se-hedonis para pejabat
pemerintah.
Solusi yang saya berikan tentunya
dapat menimbulkan pro-kontra bagi yang sudi membacanya. Tetapi sebagai warga
negara yang hidup di zaman kemerdekaan berserikat dan berkumpul dalam
mengeluarkan pikiran dan pendapat, saya ingin Jakarta kembali seperti dahulu
kala dengan ketenangan dan keasrian tanpa hingar-bingar kemacetan. Solusi ini
sekaligus menjawab 6 (enam) faktor penyebab yang sebelumnya sudah saya uraikan,
sebagai berikut:
1.
Faktor
penyebab : Terbatasnya ruas jalan.
Solusi :
pada jala-jalan protokol atau jalan
besar yang memang sudah padat sebaiknya jangan dibebankan dengan pembangunan
flyover atau underpass, justru pada jalan-jalan pendukung yang seharusnya
dibuat underpass atau flyover, seperti jalan yang terlalu banyak traffic light, jalan yang bersinggungan
dengan perlintasan kereta api, dan jalan yang bersebelahan dengan pasar tumpah,
sebagai contoh sebaiknya pemerintah membangun flyover kebayoran lama sampai
dengan ciledug, atau flyover dari permata hijau/simprug sampai dengan
perempatan pondok indah, dibandingkan membangun flyover blok m-antasari atau
karet-kampung melayu yang justru membuat situasi semakin tidak karuan dengan
pengerjaan yang terkesan lambat;
2.
Faktor
penyebab : menurunnya kualitas jalan.
Solusi : belajarlah untuk tidak korupsi terkait
pengerjaan fasilitas umum, terutama bagi para kontraktor atau pejabat pemenang
tender pengerjaan jalan, karena pada masa lalu dengan belum berkembangnya kasus
korpusi, kualitas jalan yang ada di Jakarta bisa diacungi jempol dari pada
kawasan sekitarnya (Tangerang, Bekasi, Serpong, dan Depok) namun kondisi
sekarang terasa miris, jika Jakarta masih berkutat dengan jalan berlubang dan
jalan yang tergenang banjir, maka kawasan Tangerang dan Serpong termasuk
Bintaro, kini semakin baik dengan fasilitas akses jalan yang lancar dan jauh
dari ancaman banjir atau berlubang;
3.
Faktor
penyebab : volume produksi dan pemakaian kendaraan.
Solusi : untuk solusi yang satu ini, dibutuhkan
kesadaran dan perasaan senasib sebagai sesama warga Jakarta, tanpa merasa hak
asasinya terampas atau berkurang, yaitu membatasi pemilikan kendaraan pribadi
pada setiap rumah, jika masing-masing rumah hanya memiliki 2 (dua) kendaraan
bermotor roda empat, setidaknya pada pagi hari kemacetan yang disebabkan
bersamaannya waktu berangkat kerja bisa dihindari, demikian pula pada jam
pulang kantor, tetapi solusi ini apakah akan sepaham dengan kaum hedonis di
negeri ini?
4.
Faktor
penyebab : konsentrasi tujuan berkendara yang tidak merata.
Solusi : tujuan berkendara di Jakarta terkait urusan
pekerjaan ataupun berlibur, terkonsentrasi hanya pada kawasan tertentu. Sebaiknya
perlu adanya pemerataan pembangunan kawasan perkantoran atau membangun akses
satu pintu misalnya, kawasan Sudirman yang terbentang dari menara Panin Bank
sampai dengan stasiun Dukuh Atas, akan lebih baik jika areal perkantoran dibuat
dengan sistem cluster dan akses
keluar masuk melalui satu atau dua pintu sehingga kemacetan tidak terkumpul di
beberapa titik, tetapi hanya pada satu titik.
5.
Faktor
penyebab : kesadaran dan ketertiban pengendara, serta peran Polantas.
Solusi : untuk solusi yang satu ini, mungkin agak
terasa berat untuk dilaksanakan karena tergantung pada nurani dan kemauan dari
pengguna kendaraan pribadi baik mobil ataupun motor, untuk tertib tanpa
menyerobot atau berkendara di jalur yang benar, selain itu peran Polantas dalam
mengatasi kemacetan lalu lintas perlu diperhatikan, terkadang disaat situasi
sudah stagnan dan tidak bergerak, tidak ada Polantas yang nampak mengatur lalu
lintas tetapi yang ada malah mencari-cari kesalahan pengendara guna keuntungan
pribadi.
6.
Faktor
penyebab : program pemerintah yang kurang efektif.
Solusi : peran pemerintah dalam mengatasi kemacetan
Jakarta, sebaiknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan sosial aktivitas
masyarakat, misalnya pengerjaan perbaikan jalan yang dikonsentrasikan di malam
hari, pengkajian kembali operasional busway karena saya menilai jalur busway
yang paling sukes adalah koridor 1 yang notabene tidak banyak persimpangan traffic light. Kalaupun pemerintah ingin
solusi yang efektif, saya menyarankan untuk perluasan trayek kereta rel listrik
(KRL) yang akan saya jelaskan pada tulisan saya berikutnya…
***** To Be Continue… *****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar