Future
Sabtu, 24 November 2012
Selasa, 31 Januari 2012
Senin, 30 Januari 2012
Kegiatan dan Sertifikat (Juli-Desember 2011)
KEGIATAN DAN SERTIFIKAT
JILID II (JULI-DESEMBER 2011)
Uray Mohammad Fachriansyah
17110036 – 5 KA 20 Universitas Gunadarma
Selaku Staf Divisi Hukum Mabes Polri
Setelah
mendapatkan berbagai sertifikat pada Januari-Juni 2011, saya kembali mengikuti
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi saya Divisi Hukum Polri,
terutama yang terkait dengan peraturan perundang-undangan. Kegiatan yang
diikuti yaitu seminar atau Focus Group Discussion (FGD) terhadap Rancangan
Undang-Undang yang masuk dalam Program Legislasi Nasional Kementerian Hukum dan
HAM.
FGD
dimaksudkan untuk mengumpulkan berbagai saran masukan Polri terhadap
materi/substansi RUU tersebut, dengan mengundang perwakilan Polda-Polda dan
narasumber yang terkait dengan materi, agar nantinya tidak saling tumpang
tindih kewenangan pada saat diimplementasikan.
I.
RUU tentang Senjata Api dan Bahan Peledak
Pelaksanaan :
Selasa, 9 Agustus 2011
Tempat :
Park Hotel - Cawang
Peserta : perwakilan
Dirintelkam dan Kabidkum Polda, Kemenkum dan HAM, Kementerian Perindustrian,
Kementerian Perdagangan, Badan Intelijen Negara, Komnas HAM, PINDAD, PB.
Perbakin
Tema : KONSEPSI RUU SENJATA API DAN BAHAN PELEDAK YANG IDEAL DALAM UPAYA MENATA
PEREDARAN, PENGGUNAAN, PENYALAHGUNAAN SENJATA API DAN BAHAN PELEDAK GUNA
MEWUJUDKAN KEAMANAN DALAM NEGERI
Narasumber : Prof. Dr. Gayus Lumbuun,
S.H., M.H. (Anggota Komisi III DPR-RI), dengan topik bahasan ”Pembangunan
Politik Hukum Dalam Rangka Menanggulangi Peredaran Senjata Api dan Bahan
Peledak Ilegal”
Bambang Jaka Setiawan
(Kasubdit Barang Kimia, Tambang, dan Limbah) yang mewakili Direktur Impor
Kementerian Perdagangan, dengan topik bahasan ”Peningkatan Kerja Sama Stakeholder Dalam Rangka Pengawasan,
Pemasukan, Peredaran Bahan Peledak”
Komjen Pol Drs. Pratiknyo
(Kabaintelkam Polri) yang diwakilkan oleh Kombes Pol Kustoni Sumardi, S.IP
(Kabidyanmas Baintelkam Polri), dengan topik bahasan ”Peran Pemerintah Dalam
Menata Peredaran dan Penggunaan Senjata Api dan Bahan Peledak Guna Mewujudkan Keamanan
Dalam Negeri”
Kesimpulan : dilatarbelakangi
oleh kurang memadai dan ketertinggalan instrumen hukum pengaturan senjata api
dan bahan peledak yang ada saat ini, Polri selaku garda terdepan dalam menjaga
dan memelihara keamanan dalam negeri, perlu mengambil insiatif dan langkah
konstruktif melalui penyusunan Rancangan Undang-Undang Senjata Api dan Bahan
Peledak yang komprehensif dan bersifat penyempurnaan materi muatan yang sudah
tidak relevan serta memuat materi baru yang saat ini belum ada dan belum
terjangkau oleh perundang-undangan sebelumnya, misalnya pengaturan perkembangan
teknologi persenjataapian, senjata tajam, bahan baku yang bukan peledak namun
apabila dicampur bisa menjadi bahan peledak, airsoft gun, dan benda lain yang menyerupai senjata api.
mengingat Rancangan
Undang-Undang Senjata Api dan Bahan Peledak termasuk Prolegnas Prioritas Tahun
2012, Polri perlu melakukan penggalangan dukungan baik dari internal Polri
maupun dengan stakeholder lain di
pemerintahan atau swasta yang selama ini memiliki kewenangan dan kepentingan
terhadap senjata api dan bahan peledak, agar tidak terjadi tumpang tindih
kewenangan dan perizinan serta meningkatkan pengawasan bersama di berbagai
sektor yang rawan penyalahgunaan dan penyimpangan
II.
RUU tentang Penanganan Konflik Sosial
Pelaksanaan : Rabu,
12 Oktober 2011
Tempat :
Hotel Mahardja – Tendean
Peserta : perwakilan
Kabidkum Polda, Dirbinmas Polda, Kasatreskrim Polres, Kasubbagkum Polres, dan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam
Negeri, Kementerian Sosial, Badan Intelijen Negara, Dinas Sosial Pemda DKI
Jakarta, Satpol PP DKI Jakarta, KOMNASHAM, KONTRAS, dan Asean Foundation
Tema : PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DALAM MENUNJANG STABILITAS KEAMANAN DALAM NEGERI
Narasumber : Kabaharkam Polri, Komisaris Jenderal Polisi
Drs. Imam Sudjarwo, M.Si., dengan pokok bahasan “Peran Polri Dalam Penanganan
Konflik Sosial di Indonesia”
Prof. Dr. Tamrin Amal Tomagola, dengan pokok
bahasan “Konflik Sosial Ditinjau Dari Sosiologi dan Perspektif Budaya Indonesia
dan Solusi Pencegahannya”
Dr. Ihsan Ali Fauzi, M.A., dengan pokok
bahasan “RUU Penanganan Konflik Sosial Dihadapkan Dengan Potensi Konflik Antar
Masyarakat, Suku, Etnis, Agama, dan Permasalahan Sosial Lainnya”
Kesimpulan : RUU tentang Penanganan Konflik Sosial apabila
akan diteruskan pembahasannnya, diperlukan penyusunan materi muatan yang lebih
responsif dan implementatif, tinjauan aspek akademis mengenai pengelolaan
konflik yang solutif, dan sinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan lain
agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan, serta perlu dikaji aspek
urgenitas dan kontinuitas RUU tersebut agar bisa diimplementasikan untuk jangka panjang.
penyelesaian konflik
sosial melalui pembentukan aturan hukum dan lembaga baru bukanlah solusi yang
paling utama, tetapi perlu mengoptimalkan potensi yang ada melalui manajemen
penanganan konflik dan membuat pemetaan peraturan perundang-undangan yang
terkait penanganan konflik serta pemetaan wilayah rawan konflik, sehingga
kedepannya pemerintah dapat mengantisipasi dan menyiapkan langkah strategis
dalam penyelesaian konflik sosial dengan meminimalisir cara-cara kekerasan dan tetap menjunjung HAM.
konflik sosial dapat
diminimalisir apabila semua komponen atau instansi terkait dapat bekerja sama
melalui deteksi dan pencegahan penyebaran bibit pemicu konflik. Polri sifatnya bertanggung
jawab di bidang keamanan, sedangkan untuk memberikan penjelasan atau
penyelesaian terhadap ketidakpuasan masyarakat yang menjadi pemicu konflik,
perlu melibatkan instansi terkait dan pemberdayaan masyarakat secara sinergis
sesuai permasalahan yang dihadapi agar konflik sosial tidak meluas,
berkepanjangan, dan berulang.
III.
RUU tentang Tindak Pidana Teknologi Informasi
Pelaksanaan : Kamis,
27 Oktober 2011
Tempat :
Hotel Mahardja – Tendean
Peserta : perwakilan
Kabidkum Polda, Dirreskrim Polda, Kasatreskrim Polres, Kasubbagkum Polres, dan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian
Komunikasi dan Informasi, dan lembaga non pemerintah yang membidangi masalah
pemanfaatan teknologi informasi di Indonesia.
Tema : KONSEPSI IDEAL RUU
TENTANG TINDAK PIDANA TEKNOLOGI INFORMASI DALAM UPAYA MEWUJUDKAN KEAMANAN,
KEPASTIAN HUKUM, DAN KETERTIBAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI
Narasumber : Kabareskrim
Polri Komisaris Jenderal Polisi Drs. Sutarman, dengan pokok bahasan “Strategi
dan Kesiapan Penyidik Polri dalam Menghadapi Perkembangan Cyber Crime serta Kerja Sama dengan Penegak
Hukum Negara Lain”
Edmon Makarim, S.Kom, S.H., LL.M, dengan pokok
bahasan “Pembangunan Sistem Hukum Dalam Rangka Menanggulangi Tindak Pidana
Teknologi Informasi (Cyber Crime)”
KMRT Roy Suryo (Anggota DPR-RI), dengan pokok
bahasan “Pembangunan Politik Hukum Menjadikan RUU Tindak Pidana Teknologi
Informasi Menjadi Undang-Undang yang Bersifat Lex Specialist”
Kesimpulan : RUU ini diarahkan menjadi
lex specialist sehingga pengaturan
materi muatannya harus jelas, bisa menjerat pelaku cybercrime dengan berbagai modus, dan berlaku untuk jangka panjang,
agar jangan sampai ketika ada kasus kejahatan baru yang tidak diatur dalam RUU
namun menggunakan modus teknologi informasi, pemerintah malah membuat instrumen
hukum yang baru yang justru semakin membuat tumpang tindih pengaturan.
penyelesaian kasus cybercrime tidak hanya dari instrumen
hukum, tetapi dibutuhkan kerja sama para pemangku kepentingan, aparat penegak
hukum, dan peran serta masyarakat, contoh kasus pencurian pulsa dibutuhkan
keseriusan operator jasa telekomunikasi untuk menjaga kerahasiaan data
pelanggan dan mengedepankan pelayanan dengan mengesampingkan profit oriented, pemerintah selaku
regulator harus mampu menertibkan registrasi pelanggan dan konsisten dalam
menjalankan suatu aturan, pihak kepolisian harus mampu mengembangkan kemampuan
personal di bidang teknologi informasi guna membantu tugas penyidikan, dan
peran serta masyarakat untuk tertib registrasi dan tidak mudah terpengaruh
layanan-layanan yang tidak jelas keabsahan dan legalitasnya
IV.
RUU tentang Tindak Pidana Pendanaan Terorisme
Pelaksanaan : Selasa, 22 November 2011
Tempat : Hotel Mahardja – Tendean
Peserta : perwakilan
Kabidkum Polda, Dirreskrim Polda, Kasatreskrim Polres, Kasubbagkum Polres, dan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian
Keuangan, PPATK, BNPT, dan Program Pasca Sarjana Studi Terorisme dan Keamanan
Nasional Universitas Indonesia.
Tema : MENJADIKAN RUU TENTANG TINDAK PIDANA PENDANAAN
TERORISME SEBAGAI ATURAN HUKUM YANG KOMPREHENSIF UNTUK MENCEGAH DAN MEMBERANTAS
TINDAK PIDANA TERORISME DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KEAMANAN DALAM NEGERI
Narasumber : Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT) diwakili oleh Deputi II BNPT Brigjen Pol Drs. M. Tito
Karnavian, M.A, dengan pokok bahasan “Strategi dan Kesiapan BNPT Dalam
Pemberantasan Terorisme Melalui Pencegahan dan Pemberantasan Pembiayaan
Terorisme Dengan Mengejar Sumber Uangnya (Follow
the Money)”
Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi
Keuangan, (PPATK) Muhammad Yusuf, S.H., M.H., dengan pokok bahasan “Strategi
dan Peran PPATK Dalam Melakukan Pencegahan Pendanaan Terorisme, Pengawasan
Terhadap Transaksi Keuangan Yang Mencurigakan, dan Kerja Sama Dengan Aparat
Penegak Hukum”
Direktur
Perancangan Ditjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Drs.
Zafrullah Salim, M.H., dengan pokok bahasan ”Implementasi International Convention For the Suppression of the
Financing of Terrorism, 1999 atau Konvensi Internasional Pemberantasan
Pendanaan Terorisme ke Dalam Sistem Peraturan Perundang-undangan di Indonesia”
Kesimpulan : pengaturan terhadap pendanaan terorisme yang berkaitan dengan sumbangan
dari masyarakat perlu dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, karena disatu
sisi sumbangan tersebut diduga dimanfaatkan untuk kegiatan terorisme namun
disisi lain pemerintah tidak bisa melarang masyarakat untuk memberikan
sumbangan yang ada di jalan atau melalui lembaga penyalur dikarenakan sumbangan
yang berupa sedekah atau zakat merupakan salah satu kewajiban dalam agama
Islam.
perlu
adanya pengharmonisasian materi dan substansi dalam RUU tentang Tindak Pidana
Pendanaan Terorisme, agar tidak tumpang tindih dengan tindak pidana pencucian
uang atau tindak pidana terorisme, dengan batasan kewenangan yang jelas pada
masing-masing instansi yang terlibat dalam penanganan pendanaan (Polri, PPATK, BNPT,
penyedia jasa keuangan dan perbankan).
pengaturan
masalah pemidanaan terhadap individu ataupun korporasi dalam pendanaan
terorisme perlu memperhatikan asas praduga tak bersalah dan menjunjung hak
asasi manusia, sebagai contoh masyarakat yang menyumbang untuk lembaga
pengumpul sumbangan melalui rekening bank dan ternyata sumbangan tersebut
dimanfaatkan untuk kegiatan terorisme tanpa sepengetahuan penyumbang).
perlu
koordinasi dan kerja sama dari para pihak termasuk instansi/kementerian terkait
dalam menanggulangi pendanaan terorisme melalui pengawasan terhadap perorangan,
yayasan, atau badan hukum yang mencari dana atau donasi dengan latar belakang
alasan keagamaan, sosial, dan pendidikan.
Minggu, 01 Januari 2012
TUGAS KE-3 PENGANTAR TELEMATIKA
Nama :
Uray Mohammad Fachriansyah
NPM :
17110036
Mata Kuliah :
Pengantar Telematika #
Tugas :
ke-3
Tanggal :
2 Januari 2012
1.
Apa yang dimaksud dengan video streaming dan jelaskan cara kerjanya?
Jawab:
Definisi:
Video
streaming adalah mengalirkan sebuah data video dari suatu transmitter ke sebuah
atau beberapa komputer yang berfungsi sebagai receiver. Jadi receiver menerima
video tersebut secara real time dan receiver tidak dapat mengulang stream yang
didapatnya. Video streaming biasanya digunakan pada kelas virtual atau
konferensi video. Tapi tidak menutup kemungkinan juga video streaming dilakukan
untuk mentransmit suatu video clip ataupun film ke client yang menjadi
receiver.
Cara
kerja:
Pada
dasarnya video streaming adalah sebuah teknologi multimedia yang
dikembangkan dengan internet untuk perangkat bergerak. Prinsip kerja dari video
streaming adalah dari objek yang dishoot oleh sumber media, dalam
hal ini berupa kamera kemudian dikompresi menjadi suatu sinyal yang dapat
dilewatkan ke jaringan. Setelah data dikompresi, kemudian masuk ke media streaming
server yang kemudian diteruskan ke client, dimana pada sisi client,
sinyal data dikembalikan ke format awal sebelum ditampilkan pada handset.
Pada awalnya, data dari source (bisa
berupa audio maupun video) akan di-capture dan disimpan pada sebuah buffer yang
berada pada memori komputer (bukan media penyimpanan seperti harddisk) dan
kemudian di-encode sesuai dengan format yang diinginkan. Dalam proses encode
ini, user dapat mengkompresi data sehingga ukurannya tidak terlalu besar
(bersifat optional). Namun pada aplikasi streaming menggunakan jaringan,
biasanya data akan dikompresi terlebih dahulu sebelum dilakukan streaming,
karena keterbatasan bandwitdh jaringan. Setelah di-encode, data akan di-stream
ke user yang lain. User akan melakukan decode data dan menampilkan hasilnya ke
layar user. Waktu yang dibutuhkan agar sebuah data sampai mulai dari pemancar
sampai penerima disebut dengan latency.
2.
Apa yang dimaksud dengan teleconference dan
jelaskan cara kerjanya?
Jawab:
Definisi:
Teleconference adalah penggunaan
video/teknologi suara dan komputer yang memungkinkan orang pada lokasi yang
berjauhan untuk saling melihat, mendengar, dan berbicara satu sama lain.
konferensi video dimana data yang di-transmisikan adalah dalam bentuk video
atau audiovisual. Videoconference adalah telekomunikasi dengan menggunakan
audio dan video sehingga terjadi pertemuan di tempat yang berbeda-beda. Ini
bisa berupa antara dua lokasi yang berbeda(point-to-point) atau mengikutsertakan
beberapa lokasi sekalgus di dalam satu ruangan konferensi(multi-point) .
Cara kerja:
Salah satu
komponen teleconference adalah VoIP. VoIP (Voice over Internet
Protocol) adalah teknologi yang dapat diumpamakan dengan menelpon lewat
internet. Hanya dengan berbekal software tertentu, koneksi internet, dan
alat-alat seperti headset, kita sudah siap untuk dapat bertelepon ria dengan
teman kita nan jauh di sana. Biayanya nggak mahal, kok. Cukup bayar koneksi
internet doang, yang tentunya jauh lebih murah dari pada biaya telepon SLJJ
yang biasakita gunakan.
Cara kerjanya adalah dengan mengubah
suara kita menjadi data, dikompresi (atau ukurannya diperkecil), lalu
dikirimkan lewat internet. Bukan hanya satu lawan satu, teleconference atau
komunikasi paralel pun bisa dilakukan lewat VoIP. Bandwith yang dibutuhkan juga
tidak sebesar telepon manual. Apalagi, aktivitas ini tidak akan menghalangi
aktifitas lainnya. Kita masih bisa browsing walau sedang menelpon teman.
Sambungan yang dapat dilakukan oleh VoIP
juga banyak pilihannya. Kita bisa berkomunikasi dari PC ke PC, ataupun dari PC
ke telepon biasa. Software yang dapat menjalankan VoIP lebih dikenal dengan
softphone, misalnya Skype.
3.
Jelaskan tentang teknologi grafik, animasi,
dan video?
Jawab:
Teknologi grafik:
Grafika komputer adalah bagian dari ilmu komputer yang
berkaitan dengan pembuatan dan manipulasi gambar (visual) secara digital.
Bentuk sederhana dari grafika komputer adalah grafika komputer 2D yang kemudian
berkembang menjadi grafika komputer 3D, pemrosesan citra (image processing),
dan pengenalan pola (pattern recognition). Grafika komputer sering dikenal juga
dengan istilah visualisasi data.
Bagian dari grafika komputer meliputi:
·
Geometri, mempelajari cara menggambarkan
permukaan bidang
·
Animasi, mempelajari cara menggambarkan dan
memanipulasi gerakan
·
Rendering, mempelajari algoritma untuk
menampilkan efek cahaya
·
Citra (Imaging), mempelajari cara pengambilan
dan penyuntingan gambar
Teknologi
animasi:
Pengertian
animasi karakter adalah suatu teknik penggambaran dan pengolahan karakter baik
berupa 2 dimensi maupun 3 dimensi sehingga peran/karakter yang dibuat
seolah-olah hidup dan bersifat seperti makhluk hidup. Untuk membuat karakter
tampak seolah-olah hidup, dibutuhkanlah beberapa animasi yang sesuai dengan
sifat dan karakteristik makhluk hidup tersebut.
Animasi
mulai dikenal secara luas sejak populernya media televisi yang mampu menyajikan
gambar-gambar bergerak hasil rekaman kegiatan dari makhluk hidup, baik manusia,
hewan, maupun tumbuhan. Pada awalnya diciptakan animasi berbasis dua dimensi
yakni objek yang dianimasikan mempunyai ukuran panjang (x-axis) dan lebar
(y-axis). Realisasi nyata dari perkembangan animasi dua dimensi yang dikenal
adalah film kartun di televisi. Pembuatan animasi film kartun pada awalnya
dikerjakan dengan membuat sketsa gambar yang digerakan satu per satu. Untuk
membuat satu durasi animasi membutuhkan jumlah gambar yang cukup banyak akan
tetapi sejak ditemukannya teknik animasi berbantuan komputer, pembuatannya menjadi
lebih mudah dilakukan.
Teknologi
video:
Format
berbahan dasar pita magnetik ini mulai dikenal luas di seluruh dunia pada paruh
kedua periode 1970-an, baik untuk keperluan profesional seperti stasiun
televisi maupun keperluan pribadi. Pita magnetik yang terdapat dalam kaset
video bisa merekam gambar dan suara dengan baik, sementara film hanya dapat
merekam gambar. Untuk suara digunakan medium rekam lain, semisal DAT
(digital audio tape). Kelemahan sistem analognya membuat pemakaian video untuk
keperluan profesional terhambat.
Seperti
juga film, video punya berbagai jenis untuk berbagai keperluan yaitu
Matic, Betacam SP, Digital Betacam, Betamax, VHS, S-VHS, Mini DV, DV, DVCAM,
DVCPRO. U Matic merupakan jenis video profesional untuk keperluan televisi sampai
era 1980-an. Begitu format Betacam SP yang kualitasnya jauh lebih baik masuk ke
Indonesia di kurun waktu 1990-an, U Matic pun ditinggalkan orang. Menjamurnya
jenis Betacam SP juga didukung oleh perkembangan alat editing yang memakai
teknologi digital.
Didalam komunikasi visual ini yang paling penting dan
harus menjadi perhatian adalah video. Mengapa ?
Karena dengan menggunakan komunikasi visual dapat
memangkas biaya produktifitas dengan beberapa faktor yang antara lain:
·
Video adalah sebagian dari tatap muka yang
bagus dengan tipe pilihan diantara media yang lain untuk strategi, perencanaan,
dan diskusi
·
Video memiliki 38 % dalam perhatian peserta
dalam pertemuan tersebut
·
Dalam bertatap muka pada pertemuan tersebut
memiliki 43% lebih baik dari pada pertemuan melalui telepon
Didalam jaringan aplikasi video saudara harus lebih jeli
melihat hal – hal yang menjadi kunci faktor dari keberhasilan jaringan aplikasi
video itu sendiri. Faktor – faktornya antara lain:
Codec
Coding/Decoding
yang
mana merupakan otak dari system. Dan keberhasilan dari komunikasi visual
sangatlah tergantung dari perangkat ini.
Bandwidth
Sebuah kapasitas transmisi medium menuju pada transmit
info (video, audio & data). Bila digambarkan aliran telpon itu sebagai pipa
air, bandwidth adalah ukuran dari pipa itu sendiri sedangkan isi yang mengalir
didalamnya adalah informasi. Isinya dalam bentuk Kbps (Kilo bits persecond).
Untuk video conference di rekomendasikan 384 Kbps untuk bisa dihasilkan
kualitas yang lebih baik. Namun saat ini telah banyak perangkat video
conference yang dapat berkomunikasi dengan hanya menghasilkan kurang dari 128
Kbps bahkan sampai pada bandwidth 64 Kbps.
Resolution
Persepsi resolusi dimana hubungan antara resolusi adalah
pada ukurannya. Biasanya penggambaran pada penulisannya adalah dot atau pixel.
Berikut ini standarisasi resolusi video.
- HD, Sebuah standarisasi yang dimanfaatkan sistem
televisi digital.
- XGA, Standarisasi grafik resolusi tinggi yang di
perkenalkan oleh IBM.
Framerate
Perkiraan framerate 22 fps pada penglihatan mata manusia
sebagai pergerakan gambar yang halus. Ukuran framerate untuk Amerika dan
sekitarnya adalah 30 fps dengan bentuk standarisasi video NTSC yang ukuran
gambarnya adalah 704 x 480 (pixel x line), sedangkan eropa dan Indonesia adalah
25 fps dengan bentuk standarisasi video PAL yang ukuran gambarnya 704 x 576
**********
Langganan:
Postingan (Atom)