Future

Future

Kamis, 24 Januari 2013

Senin, 21 Januari 2013

Jual Komik bekas koleksi ane sama istri.. berminat? hubungi 08561737135

Selasa, 15 Januari 2013

Selasa, 31 Januari 2012

Laporan Penelitian - Tugas Bahasa Indonesia 2#

LAPORAN PENELITIAN

Senin, 30 Januari 2012

Kegiatan dan Sertifikat (Juli-Desember 2011)


KEGIATAN DAN SERTIFIKAT
JILID II (JULI-DESEMBER 2011)

Uray Mohammad Fachriansyah

17110036 – 5 KA 20 Universitas Gunadarma
Selaku Staf Divisi Hukum Mabes Polri


            Setelah mendapatkan berbagai sertifikat pada Januari-Juni 2011, saya kembali mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi saya Divisi Hukum Polri, terutama yang terkait dengan peraturan perundang-undangan. Kegiatan yang diikuti yaitu seminar atau Focus Group Discussion (FGD) terhadap Rancangan Undang-Undang yang masuk dalam Program Legislasi Nasional Kementerian Hukum dan HAM.

            FGD dimaksudkan untuk mengumpulkan berbagai saran masukan Polri terhadap materi/substansi RUU tersebut, dengan mengundang perwakilan Polda-Polda dan narasumber yang terkait dengan materi, agar nantinya tidak saling tumpang tindih kewenangan pada saat diimplementasikan.


I.             RUU tentang Senjata Api dan Bahan Peledak

Pelaksanaan     : Selasa, 9 Agustus 2011

Tempat               : Park Hotel -  Cawang

Peserta               : perwakilan Dirintelkam dan Kabidkum Polda, Kemenkum dan HAM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Badan Intelijen Negara, Komnas HAM, PINDAD, PB. Perbakin

Tema                  : KONSEPSI RUU SENJATA API DAN BAHAN PELEDAK YANG IDEAL DALAM UPAYA MENATA PEREDARAN, PENGGUNAAN, PENYALAHGUNAAN SENJATA API DAN BAHAN PELEDAK GUNA MEWUJUDKAN KEAMANAN DALAM NEGERI

Narasumber      : Prof. Dr. Gayus Lumbuun, S.H., M.H. (Anggota Komisi III DPR-RI), dengan topik bahasan ”Pembangunan Politik Hukum Dalam Rangka Menanggulangi Peredaran Senjata Api dan Bahan Peledak Ilegal”

                               Bambang Jaka Setiawan (Kasubdit Barang Kimia, Tambang, dan Limbah) yang mewakili Direktur Impor Kementerian Perdagangan, dengan topik bahasan ”Peningkatan Kerja Sama Stakeholder Dalam Rangka Pengawasan, Pemasukan, Peredaran Bahan Peledak”

                               Komjen Pol Drs. Pratiknyo (Kabaintelkam Polri) yang diwakilkan oleh Kombes Pol Kustoni Sumardi, S.IP (Kabidyanmas Baintelkam Polri), dengan topik bahasan ”Peran Pemerintah Dalam Menata Peredaran dan Penggunaan Senjata Api dan Bahan Peledak Guna Mewujudkan Keamanan Dalam Negeri”

Kesimpulan       : dilatarbelakangi oleh kurang memadai dan ketertinggalan instrumen hukum pengaturan senjata api dan bahan peledak yang ada saat ini, Polri selaku garda terdepan dalam menjaga dan memelihara keamanan dalam negeri, perlu mengambil insiatif dan langkah konstruktif melalui penyusunan Rancangan Undang-Undang Senjata Api dan Bahan Peledak yang komprehensif dan bersifat penyempurnaan materi muatan yang sudah tidak relevan serta memuat materi baru yang saat ini belum ada dan belum terjangkau oleh perundang-undangan sebelumnya, misalnya pengaturan perkembangan teknologi persenjataapian, senjata tajam, bahan baku yang bukan peledak namun apabila dicampur bisa menjadi bahan peledak, airsoft gun, dan benda lain yang menyerupai senjata api.

                               mengingat Rancangan Undang-Undang Senjata Api dan Bahan Peledak termasuk Prolegnas Prioritas Tahun 2012, Polri perlu melakukan penggalangan dukungan baik dari internal Polri maupun dengan stakeholder lain di pemerintahan atau swasta yang selama ini memiliki kewenangan dan kepentingan terhadap senjata api dan bahan peledak, agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dan perizinan serta meningkatkan pengawasan bersama di berbagai sektor yang rawan penyalahgunaan dan penyimpangan



 
II.            RUU tentang Penanganan Konflik Sosial

Pelaksanaan     : Rabu, 12 Oktober 2011

Tempat               : Hotel Mahardja – Tendean

Peserta               : perwakilan Kabidkum Polda, Dirbinmas Polda, Kasatreskrim Polres, Kasubbagkum Polres, dan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Badan Intelijen Negara, Dinas Sosial Pemda DKI Jakarta, Satpol PP DKI Jakarta, KOMNASHAM, KONTRAS, dan Asean Foundation

Tema                  : PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DALAM MENUNJANG STABILITAS KEAMANAN DALAM NEGERI

Narasumber      : Kabaharkam Polri, Komisaris Jenderal Polisi Drs. Imam Sudjarwo, M.Si., dengan pokok bahasan “Peran Polri Dalam Penanganan Konflik Sosial di Indonesia”

                               Prof. Dr. Tamrin Amal Tomagola, dengan pokok bahasan “Konflik Sosial Ditinjau Dari Sosiologi dan Perspektif Budaya Indonesia dan Solusi Pencegahannya”

                               Dr. Ihsan Ali Fauzi, M.A., dengan pokok bahasan “RUU Penanganan Konflik Sosial Dihadapkan Dengan Potensi Konflik Antar Masyarakat, Suku, Etnis, Agama, dan Permasalahan Sosial Lainnya”

Kesimpulan       : RUU tentang Penanganan Konflik Sosial apabila akan diteruskan pembahasannnya, diperlukan penyusunan materi muatan yang lebih responsif dan implementatif, tinjauan aspek akademis mengenai pengelolaan konflik yang solutif, dan sinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan lain agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan, serta perlu dikaji aspek urgenitas dan kontinuitas RUU tersebut agar bisa diimplementasikan untuk jangka panjang.

                               penyelesaian konflik sosial melalui pembentukan aturan hukum dan lembaga baru bukanlah solusi yang paling utama, tetapi perlu mengoptimalkan potensi yang ada melalui manajemen penanganan konflik dan membuat pemetaan peraturan perundang-undangan yang terkait penanganan konflik serta pemetaan wilayah rawan konflik, sehingga kedepannya pemerintah dapat mengantisipasi dan menyiapkan langkah strategis dalam penyelesaian konflik sosial dengan meminimalisir cara-cara kekerasan dan tetap menjunjung HAM.

                               konflik sosial dapat diminimalisir apabila semua komponen atau instansi terkait dapat bekerja sama melalui deteksi dan pencegahan penyebaran bibit pemicu konflik. Polri sifatnya bertanggung jawab di bidang keamanan, sedangkan untuk memberikan penjelasan atau penyelesaian terhadap ketidakpuasan masyarakat yang menjadi pemicu konflik, perlu melibatkan instansi terkait dan pemberdayaan masyarakat secara sinergis sesuai permasalahan yang dihadapi agar konflik sosial tidak meluas, berkepanjangan, dan berulang.


 

III.           RUU tentang Tindak Pidana Teknologi Informasi

Pelaksanaan     : Kamis, 27 Oktober 2011

Tempat               : Hotel Mahardja – Tendean

Peserta               : perwakilan Kabidkum Polda, Dirreskrim Polda, Kasatreskrim Polres, Kasubbagkum Polres, dan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Komunikasi dan Informasi, dan lembaga non pemerintah yang membidangi masalah pemanfaatan teknologi informasi di Indonesia.

Tema                  : KONSEPSI IDEAL RUU TENTANG TINDAK PIDANA TEKNOLOGI INFORMASI DALAM UPAYA MEWUJUDKAN KEAMANAN, KEPASTIAN HUKUM, DAN KETERTIBAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI

Narasumber      : Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal Polisi Drs. Sutarman, dengan pokok bahasan “Strategi dan Kesiapan Penyidik Polri dalam Menghadapi Perkembangan Cyber Crime serta Kerja Sama dengan Penegak Hukum Negara Lain”

                               Edmon Makarim, S.Kom, S.H., LL.M, dengan pokok bahasan “Pembangunan Sistem Hukum Dalam Rangka Menanggulangi Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cyber Crime)”

                               KMRT Roy Suryo (Anggota DPR-RI), dengan pokok bahasan “Pembangunan Politik Hukum Menjadikan RUU Tindak Pidana Teknologi Informasi Menjadi Undang-Undang yang Bersifat Lex Specialist

Kesimpulan       : RUU ini diarahkan menjadi lex specialist sehingga pengaturan materi muatannya harus jelas, bisa menjerat pelaku cybercrime dengan berbagai modus, dan berlaku untuk jangka panjang, agar jangan sampai ketika ada kasus kejahatan baru yang tidak diatur dalam RUU namun menggunakan modus teknologi informasi, pemerintah malah membuat instrumen hukum yang baru yang justru semakin membuat tumpang tindih pengaturan.

                               penyelesaian kasus cybercrime tidak hanya dari instrumen hukum, tetapi dibutuhkan kerja sama para pemangku kepentingan, aparat penegak hukum, dan peran serta masyarakat, contoh kasus pencurian pulsa dibutuhkan keseriusan operator jasa telekomunikasi untuk menjaga kerahasiaan data pelanggan dan mengedepankan pelayanan dengan mengesampingkan profit oriented, pemerintah selaku regulator harus mampu menertibkan registrasi pelanggan dan konsisten dalam menjalankan suatu aturan, pihak kepolisian harus mampu mengembangkan kemampuan personal di bidang teknologi informasi guna membantu tugas penyidikan, dan peran serta masyarakat untuk tertib registrasi dan tidak mudah terpengaruh layanan-layanan yang tidak jelas keabsahan dan legalitasnya


 
IV.          RUU tentang Tindak Pidana Pendanaan Terorisme

Pelaksanaan     : Selasa, 22 November 2011

Tempat               : Hotel Mahardja – Tendean

Peserta               : perwakilan Kabidkum Polda, Dirreskrim Polda, Kasatreskrim Polres, Kasubbagkum Polres, dan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, PPATK, BNPT, dan Program Pasca Sarjana Studi Terorisme dan Keamanan Nasional Universitas Indonesia.

Tema                  : MENJADIKAN RUU TENTANG TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME SEBAGAI ATURAN HUKUM YANG KOMPREHENSIF UNTUK MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA TERORISME DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KEAMANAN DALAM NEGERI

Narasumber      : Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) diwakili oleh Deputi II BNPT Brigjen Pol Drs. M. Tito Karnavian, M.A, dengan pokok bahasan “Strategi dan Kesiapan BNPT Dalam Pemberantasan Terorisme Melalui Pencegahan dan Pemberantasan Pembiayaan Terorisme Dengan Mengejar Sumber Uangnya (Follow the Money)”

                               Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan, (PPATK) Muhammad Yusuf, S.H., M.H., dengan pokok bahasan “Strategi dan Peran PPATK Dalam Melakukan Pencegahan Pendanaan Terorisme, Pengawasan Terhadap Transaksi Keuangan Yang Mencurigakan, dan Kerja Sama Dengan Aparat Penegak Hukum”

                               Direktur Perancangan Ditjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Drs. Zafrullah Salim, M.H., dengan pokok bahasan ”Implementasi International Convention For the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 atau Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme ke Dalam Sistem Peraturan Perundang-undangan di Indonesia”

Kesimpulan       : pengaturan terhadap pendanaan terorisme yang berkaitan dengan sumbangan dari masyarakat perlu dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, karena disatu sisi sumbangan tersebut diduga dimanfaatkan untuk kegiatan terorisme namun disisi lain pemerintah tidak bisa melarang masyarakat untuk memberikan sumbangan yang ada di jalan atau melalui lembaga penyalur dikarenakan sumbangan yang berupa sedekah atau zakat merupakan salah satu kewajiban dalam agama Islam.

                               perlu adanya pengharmonisasian materi dan substansi dalam RUU tentang Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, agar tidak tumpang tindih dengan tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana terorisme, dengan batasan kewenangan yang jelas pada masing-masing instansi yang terlibat dalam penanganan pendanaan (Polri, PPATK, BNPT, penyedia jasa keuangan dan perbankan).

                               pengaturan masalah pemidanaan terhadap individu ataupun korporasi dalam pendanaan terorisme perlu memperhatikan asas praduga tak bersalah dan menjunjung hak asasi manusia, sebagai contoh masyarakat yang menyumbang untuk lembaga pengumpul sumbangan melalui rekening bank dan ternyata sumbangan tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan terorisme tanpa sepengetahuan penyumbang).

                               perlu koordinasi dan kerja sama dari para pihak termasuk instansi/kementerian terkait dalam menanggulangi pendanaan terorisme melalui pengawasan terhadap perorangan, yayasan, atau badan hukum yang mencari dana atau donasi dengan latar belakang alasan keagamaan, sosial, dan pendidikan.